Pages

Rabu, 31 Agustus 2016

Agar Kucing Kampung Penurut

Kucing? Siapa sih yang enggak tahu sama hewan yang lucu ini? kucing adalah salah satu hewan peliharaan terpopuler di dunia. Salah satunya termasuk diriku, suka sekali sama kucing. Jenis kucing yang kusukai adalah jenis selain Persia juga selain Anggora. Bukan hasil beli. :P Namanya juga kucing kampung. Dia datang ke rumah tanpa ada lamaran. Nyelonong masuk, dan mulai merayu-rayu. Untungnya kucing ini datang dengan kelucuannya, matanya bulat, bulu bersih berwarna oranye keemasan dan gemuk.
Nah, kali ini aku nulis mengenai pengalamanku hidup bersama hewan mamalia ini.
Aku juga akan memberi tips yang mudah-mudahan bermanfaat bagi catlovers / penyayang kucing.
Apalagi kalau ingin kucing kita penurut sama kita, rasanya kita semakin sayang kepadanya. Seperti yang kubilang, kucingku kucing kampung, ia datang tanpa kumau. Mau kuusir dia terlanjur lucu. Mau dipelihara dia terlanjur besar. Kalau kucing besar mendidiknya agak susah, kucing harus tahu batas-batas kita terganggu oleh kehadirannya. Contohnya saja, pas kita lagi enak-enak makan, eh... tiba-tiba saja kucing ini lompat di meja. Walhasil kita terganggu jadinya. Mau dimarahin percuma, namanya juga kucing. Mana bisa ia apa yang kita mau? betul kan?
Nah, langsung saja ke butir-butir tipsnya:

  • Nama Kucing 
Jika selama ini kita mendengar pernyataan: nama adalah doa. Lain halnya dengan kucing. Nama kucing tak perlu signifikan. Yang penting simple. Menamai kucing pengaruh juga untuk mengakrabkan kebersamaan kita. Ada baiknya nama yang dipilih bisa memalingkan kepala kucing ke arah kita ketika kita memanggilnya. Nama kucingku LUSI. Karena dia betina. Kalau dipanggil LUSI dia tak akan berpaling ke diriku. Namun pada saat kupanggil  LUS...LUS...LUS... ia akan menolehku, dan mendekatiku. Karena setahuku, LUS bisa menggantikan PUS. Jadi sangat perhitungkan namanya, sangat penting. Seperti contoh selain nama Lusi bisa juga; pussy (dipanggil pus), pupus (dipanggil pus), puspita (dipanggil pus), susy (dipanggil sus), vuvus (dipanggil vus) dll bisa nama lain yang berakhiran us bukan berarti 'hus!'. Nah, ini bagi kucing betina.  
Kalau kucing jantan dipanggil (maaf) dengan nama susanto (dipanggil sus),  susno (sus), puswanto (dipanggil pus), uus (dipanggil us), suswarno (dipanggil sus), puspito (dipanggil pus) dll. bisa nama lain yang berakhiran us bukan berarti 'hus!'
Nb: Maaf jika nama sama dengan nama panggilan orang. Karena saya tinggal di Jawa, maka yang saya pakai nama ke-Jawa-an.
Lusi lagi memelas... :3 Lucu kan?


  • Semprot Kucing (jika Naik Meja/mengganggu kita)
Kadang saat kita enak-enak makan, tiba-tiba kucing naik ke meja. Mengganggu acara makan kita. Lebih baik menyemprotnya dengan botol bekas (yang bisa menyemprokan air secara halus) seperti botol semprot untuk memandikan burung, tapi kebanyakan ukurannya besar. Jadi lebih praktis pakai botol semprot bekas kispray, pengkilat motor, spray cologne dll. Tapi sebelum dipakai aku sarankan agar dibersihkan dulu dari bahan kimia atau sabun. Cara ini lebih baik dibanding memukulnya, menyingkirkannya dengan paksa, menyentil kupingnya. Hingga kadang-kadang si meong cidera. Nah botol itu setelah dibersihkan dari sabun atau zat kimia, isilah dengan air kran yang bersih. Pada saat kucing membuat ulah, jangan langsung menyemprot tapi kocok dulu botol itu. Karena bunyi kocok botol itu bisa membuat kucing ingat bahwa sebentar lagi ia akan disemprot. Nah, kalau kucing masih enggak turun dari meja bisa langsung  semprotkan ke wajah kucing. Nyemprotnya enggak usah pakai emosi ya!  Misal kucing naik meja. Semprot saja ke wajahnya, hingga kucing itu turun. sekali lagi, usahakan semprotannya lembut agar tak membuat benar-benar basah si meong. Cara ini memberikan efek jera buat si meong ini. Terbukti kucingku langsung turun ketika aku mengkocok botol. Hanya mengkocok tak sampai menyemprotnya. Karena kucingku yang bernama Lusi sudah hafal bahwa majikannya tak mau diganggu saat terdengar bunyi kocokan botol itu. Bahkan ketika tak memegang botol pun kalau kubuat gerakan seperti memegang botol, Lusi bisa takut.
NB: usahakan air semprotan yang lembut!
ini bekas botol spray cologne yang biasa kupakai, 
semprotannya lembut tidak membuat kucing benar-benar basah.

  • Memberi Kode Bunyi ke Kucing
Kucing bisa kita latih dengan kode bunyi tertentu. Seperti yang saya lakukan ke Lusi. Setiap kali ia mengeong meminta makan. Aku selalu memberi kode bunyi toples gembreng (bisa dibayangkan kan suaranya seperti apa?). Terus apa gunanya kode?
Kode ini nantinya bisa membuat si kucing tahu tanda-tanda dari kita. Memancingnya untuk  mendekat ke diri kita. Tergantung situasinya. 
Nah, ini dia gembreng punyaku :D meskipun di blur kayaknya
semua pasti tahu merk apa ini? haha. 

Tempat makan kucing kalau bisa jauhkan dari meja makan Anda, karena barangkali makanan Anda tercium bau yang lebih menggiurkan si kucing dibanding makanan khusus kucing (misal; Whiskas). Syukur, meskipun Lusi kucing kampung, namun sifatnya seperti kucing mahal. Ia tak mau makan kecuali dengan snack khusus kucing, misal seperti Whiskas. Ia bahkan engggan makan tikus, cicak, kadal dll seperti yang dilakukan kucing liar pada umumnya. Malah jika ada tikus, ia yang lari. Terbalik kan? Ya, Lusi lain dari kucing kampung kebanyakannya. Bulu-bulunya juga bersih.  Jadi dengan adanya kode bunyi, maka kita bisa memanggilnya dari jauh tanpa harus memakai suara kita, cukup dengan bunyi toples gembreng yang ditabuh. Dan, gembreng bekas makanan / snack yang kita makan lebih baik gambarnya di tutup. Soalnya, kita bisa jijik/geli. Mungkin saja kita berniat mau nyamil snack eh, enggak tahunya di dalam toples / gembreng itu isinya makanan kucing Enggak lucu kan?
Tips tambahan dariku; setelah  makanan kucing ditaruk di dalam toples / gembreng lebih bagus lagi diberi Silica Gel untuk mengatur kadar kering makanan kucing / agar tidak lembab. 


Nah, toples sudah ketutup mereknya. hehe.



Itu Tips dariku.....
Selamat mencoba ya!

Selasa, 30 Agustus 2016

Keponakan Kocak! part 1

Suatu hari, aku kangen dengan keponakan. Maka aku ke rumah kakakku yang punya anak 3 orang. Namanya Baim, Daffi dan Faris. Aku mengajak keluar salah satu keponakan. Karena kalau diajak ketiga-tiganya bisa kisruh. Beruntung waktu itu salah satu keponakan ada di rumah, namanya Baim. Kedua keponakan lagi entah ke mana.
Baim kuajak jalan-jalan. Keliling-keliling kota. Mandek-mandeknya beli es krim dan roti cokelat di mini market. Bukan main senangnya dia waktu kubeli-belikan.  Pas duduk di depan mini market, aku sudah memperingatkan Baim.

  • Aku : Im, jangan beri tahu ke Daffi ya kalau Om belikan Baim es krim sama roti!
  • Baim : (sambil jilati es krim) kenapa emangnya?
  • Aku : Aduh! nanti dia kepingin lagi, nih duit Om tinggal dikit! janji ya!
  • Baim : (sambil jilatin stik es krim mengangguk -angguk) iya Om! Baim ngerti kok!
Pas kuanterin pulang ke rumah kakak, terlihat Daffi dan Faris melihat kami. Dan mereka bertanya dari mana.

  • Baim : tadi aku beli...
  • Aku : Ehem (sambil melotot ke Baim, lalu menggodek)
  • Baim : tadi aku loh enggak beli es krim, tadi loh aku enggak beli roti, pokoknya enggak enaaaaaaaak....!!!!!!
Daffi dan Faris cuma bisa dengerin dan bungkam, mungkin di batin mereka: "&()797rq00q error conection...."

:D

Queen of JFC (Jember Fashion Carnaval) 2016

JFC sudah berlalu 3 hari yang lalu. Acara finalnya pas hari minggu. Bagiku JFC sudah hal yang biasa kulihat. Acara ini enggak membosankan. Banyak animo masyarakat yang tergerak menonton pertunjukan akbar setahun sekali yang diselengarakan di bulan Agustus ini. Bagiku yang terbiasa menonton JFC, agak kurang menghebohkan kalau melihat kostum yang dipakai para peserta. Meskipun pada kenyataanya setiap tahun ada inovasi terbaru ditahun sebelumnya. Artinya ada sisi pengembangan kostum. Karena, sekali lagi: sudah terbiasa. Namun, ada yang membuatku tak biasa. Dan mesti datang untuk melihatnya sekali lagi. Ini dikarenakan personalitas pesertanya. Ternyata personalitas mempengaruhi penampilan juga. Apalagi kalau pesertanya cantik (Nb: yang punya blog suka lihat cewek cantik :p ditambah lagi jomblo :v ). Kalau aku yang nonton aku motret yang cantik-cantik saja.
Setelah pulang, biasanya aku melihat hasil potret perempuan-perempuan cantik itu. Dan memberi rating secara pribadi mana yang patut disebut ratunya diantara banyak peserta perempuan itu. Akhirnya, QUEEN OF JFC jatuh kepada peserta ini:
anggun kan putri yang satu ini?
Jenis defile yang perempuan kenakan ini cocok dengan perawakannya yang tinggi, berparas cantik, mata yang lebar, hidung yang bangir, berkulit kinclong, senyumnya menawan.
lagi lihat kameraku, oh my god...!!


Wah, pas saat madep kameraku. Wih, senengnya bukan main. Apa yang dibenak dia ya pas lihat diriku. Mungkin dia bilang: "idih kerempeng kayak biting!"
Tuh lihat si ratu sama plajuritnya yang setia :v

Sebenarnya masih banyak juga yang cantik. Tapi yang aku posting kali ini yang paling cantik diantara yang cantik yang lain. Penilaianku !!!




MENULIS SECARA AUTODIDAK

MENULIS SECARA AUTODIDAK

Bisa menemukan sesuatu dalam diri kita.

16 May 2010, Kajang, Malaysia. Sebenarnya ini menjadi catatan lamaku. Tapi baru kutulis di blog tahun ini (2016). Aku ingin pengalamanku ini aku bagikan kepada siapa pun yang ingin memulai menulis dan ingin jadi penulis. Well, bagi siapa saja yang membaca blogku ini, kamu dan aku sebenarny sama. Sama-sama belajar. Tapi (mentang-mentang) aku udah nerbitkan cerpen dan novel (masih diproses di gramedia) maka setidaknya aku punya pengalaman tersendiri bagaimana rasanya berkutat dengan pen.
16 May 2010, waktu itu usiaku sekitar 20-an tahun. Dan di tahun tersebut aku tahu semua orang pada menunggu piala dunia yang akan terselenggarakan tidak lama lagi. Dan di tahun tersebut aku baru menginjakkan kakiku di tanah tetangga. Tentunya masih dalam keadaan galau karena aku meninggalkan tanah kelahiranku, Indonesia, Jawa Timur, Jember.

  • Menemukan Cermin

Singkat cerita, ini adalah buku kenang-kenangan dari temanku;

Teman dekatku ini memberiku buku ini, berpesan agar buku tersebut diisi sebanyak mungkin, selama aku merantau ke Malaysia. 'Diisi apa ya?' pikirku waktu itu.
Dari buku ini aku berjuang untuk memenuhi wejangan dari temanku. Untuk mengisinya. Sebagian aku isi dengan keresahan jiwaku. Tentang temanku, tentang kebusukan temanku, tentang kecurangan temanku. Aku tulis di situ. Walhasil dari tulisan tentang temanku itu, aku baca lagi. Ternyata aku jenis manusia yang lebih pintar menilai kesalahan orang. Isinya aku baca lagi kebanyakan kejelekan temanku itu. Tapi aku sadar, padahal temanku ini adalah salah satu teman yang nyaman buat curhat, buat teman. Meskipun ada sifat yang tak kusukai mengenai temanku ini. Yap, namanya juga manusia. Manusia tiada yang perfect. Dan tidak semua manusia harus sama sepadan dengan sifat yang kita miliki. Kita A, harusnya di A juga. Tapi begitulah, jika warna sifat sama,  indahkah pelangi dengan satu warna? Dari situ aku sadar. Ternyata menulis bisa melihat cerminan hatiku. Dan aku juga tahu bahwa menulis tanpa beban itu kejujuran hati (menemukan cermin dari diriku sendiri). Jadi, dengan menulis sebenarnya bisa menata hati dan emosi. Lebih bisa berempati dan tak lagi mementingkan ego.
  • Memiliki Kekuatan Alam Bawah Sadar
Aku terus saja menulis, hingga pada tanggal 30 May 2010 aku putuskan untuk menulis sebuah cerita fiksi. Terinspirasi oleh Harry Potter karya JK Rowling. Jika Rowling dapat inspirasi secara instan ketika ia mengalami kesialan ketika kereta api yang ia tumpangi tiba-tiba mengalami kendala. Hingga kereta api tersebut berhenti untuk beberapa lama. Kesialan yang menimpa Rowling menjadi keberkahan, ia dapat ilham dari mana entah, tiba-tiba saja terpikir Hary Potter. Jika Rowling kesialannya seperti itu maka kesialanku  ada di kamar baruku ini. Aku bersarang di kamar yang banyak perkakas tukang. Maklum abang Iparku seorang tukang listrik/instalasi listrik, tapi bisa dibilang tukang apa saja. Jadi kamar ini kuanggap kereta api versi lain. Sebelum aku memulai menulis, aku terinspirasi dari buku bertema Free Writing. Intinya dalam buku itu, menulislah apa yang terlintas dipikiranmu, tangkap apa saja capung, lalat, kupu-kupu yang berkeliaran di otakmu.
Jadi, aku menulis berkiblat dari buku tersebut. Sepertinya gampang, pas mau praktekkan capung, lalat, kupu-kupu malah absen di otakku. Payah nih! tapi aku tak putus semangat. Dari kepayahan tersebut, maka jadilah materi kepayahan tersebut mengisi lembaran pertama tulisanku. Ya, seperti ini contohnya tulisannya: "em...aduh, mulai dari mana ya? ah, sekarang aku ada di Malaysia, hem.. nulis apa ya? eh ternyata udah jadi tulisan. hehe. Em, kayaknya aku perlu nulis fiksi nih, karena dari fiksi otakku bisa bebas. Itung-itung aku bisa jadi tuhan di dalam tulisan itu, bukan tuhan yang menciptakan alam semesta, tapi aku bisa jadi tuhan yang bisa menentukan takdir di dalam goresan penku ini. kakakaka...
Nah, seperti itulah awalan tulisanku. Tanpa terikat oleh kebakuan. Lupakan dulu EYD. Dari tulisan mengalir itu, tiba-tiba saja aku dapat ilham seorang tokoh kurus, kerempeng, cungkring, bajunya kedodoran, lututnya lancip. Nah, aku mulai saja dari situ, tanpa ada bacot lagi aku memerkosa lembaran itu dengan coretan yang nista. Karena aku merasa banyak capung, lalat, kupu-kupu yang berkeliaran. Maka kuputuskan untuk menulis tulisan font yang lebih kecil, seperti inilah penampakannya:

jadi, satu kolom ada dua garis tulisan. Kecil banget. Kalau dibaca sama usia lanjut, niscaya enggak terbaca. Karena sudah teruji. :P.
Sekarang kalau aku baca ulang, aku tak percaya! apakah itu aku yang menulis? tulisan kecil itu kutulis hingga halaman yang tersisa tinggal beberapa lembar saja. Ini kekuatan alam bawah sadar. Tulisanku kini jika aku lihat seperti jalan yang menanjak hingga bahaya untuk dinaiki. Tapi begitulah, seperti halnya dalam tulis menulis, sepertinya mustahil kita bisa menyelesaikan sebuah tulisan hingga membentuk sebuah karangan cerita yang menakjubkan kalau kita tidak memulai menarikan jemari kita di atas kertas. Percayalah!

  • Pemikiran yang Berbeda
Kenapa akhirnya aku memilih kembali menulis secara autodidak? 
Selama merantau di Malaysia, aku kurang puas jika berusaha menulis sendirian. Masih banyak penulis atau hal-hal yang harusnya aku ketahui sebagai upaya menambah referensi yang kuat di sebuah karanganku. Aku sadar hal itu.
Aku harus mencari seorang penulis! Maka aku membuka facebook. Ku searching semua yang berbau penulis. Pasti keywordnya 'penulis' atau kalau tidak komunitasnya, waktu itu yang ku searching komunitas Forum Lingkar Pena (FLP). Nah, singkat cerita. Aku berhasil kontak anggotanya. Dan aku pernah ikut seminar waktu itu dihadiri oleh Pipiet Senja dan Alwi Alatas, dan penulis berbagai kalangan mahasiswa. Di gedung KBRI Malaysia komunitas itu bergabung, dan waktu itu setelah pengenalan dari penulis senior lalu diadakan sesi  tanya jawab. Aku duduk paling belakang. Minder. Lagian apa yang mau ditanyakan, kalau sudah diajukan sama peserta seminar di situ. 
Aku juga kenal dengan salah satu anggota FLP (maaf enggak kusebutkan namanya). Aku menguraikan tentang apa yang kutulis kepadanya. Aku bilang ini fiksi. Meskipun ia pakai kacamata, ia pada akhirnya mendekatkan matanya ke deretan tulisan yang kubaca. "kayak semut baru netas!' katanya. Ia salut atas kemauan yang kuat itu. 
Namun dari pertemuan itu, terjadi perbedaan kaidah. Ia berkata kalau ingin menjadi penulis, tulislah hal yang mudah dan terjadi di dunia ini, seperti aku yang mengantarkan diriku ke Malaysia hingga jumpa dengan anggota FLP sepertinya. Dan dia mengkritik tulisan diluar kaidah EYD. Dari situ aku berpikir, 'kok beda?' malah jadi pesimis begini. Namun aku tak menyerah. Berbagai macam buku kepenulisan aku beli, hingga ada 9 buku (semua bertema sama how to writing). Setiap buku tersebut dibelakangnya sebagian tercantum e-mail penulis dari buku itu. Aku kontak semuanya. Meminta pendapat, saran dan masukan. Ada yang dijawab tapi kebanyakan diacuhkan. Tak terjawab hingga tahun ini (sepertinya sampai kiamat).
Dari 2010 hingga 2014, akhirnya aku pulang setelah Ibuku jatuh sakit. Sementara almarhum Ayah sakit-sakitan. Aku masih bingung mencari jati diri bahwa sebenarnya aku berada di penulis yang mana? Penulis End, berakhir cukup sekian. 
Namun dari semua jawaban yang terjawab. Ada rasa optimistis muncul dalam jiwa, berupa semangat.
Dialah Ipnu Rinto Nugroho, orang kelahiran Bantul. Penulis dari 3 Pocong Idiot. Aku kenal dengannya berawal dari sebuah buku how to. Di akhir halaman dengan baik hati penulis ini menerakan e-mail. Bersedia untuk menjawab segala hal yang berbau kepenulisan. Aku tidak seberapa senang karena hal itu, sebelumnya di buku how to penulis yang lain juga seperti hal itu.
Diluar dugaanku. Penulis ini menjawab cuma butuh  beberapa jam saja. Tak sampai berhari-hari, tak sampai berbulan-bulan, tak sampai hari kiamat. Bahkan anehnya dia membagi PIN BBM-nya, untuk di invite. Aku masih enggak percaya.
Dari situlah aku bermula semangatku membara. Awalnya beliau meminta kata-kata mutiara dan fotoku bersama Ibu untuk sebuah testimoni di buku Good Mom (buku kekeluargaan). Maka kukirim via BBM. Aku bahagia bukan main, ketika terbit foto yang memuat foto diriku dan ibuku dimuat di salah satu halaman beserta kata-kata mutiaraku mengenai Ibu. Meskipun 'cuma' itu, tapi bagi seorang yang tak berkecimpung dalam dunia tulis menulis dan tak punya satu karya pun akan sangat senang sekali. Dari situ, Beliau meminta aku ikut andil dalam membuat cerpen bertema jomblo, maka kugarap. Dan bahagia bukan main ketika cerpenku terbit dalam bentuk cerpen antologi. Lalu ada tawaran juga dari beliau buat novel dengan tema luar negeri. Nah, kebetulan aku kan pernah merantau ke Malaysia. Dia memberiku waktu satu bulan. Namun bisa rampung 1 bulan lebih. Namun bisa dimaafkan dan beliau memakluminya. Judul yang kutulis Novel tersebut adalah NASI LEMAK MELANKOLIS. Bertema perjuangan seorang introvert bekas jajahan pembulian masa sekolah. 
Setelah kukirim via e-mail, aku dapat surat perjanjian dari penerbit penulis besangkutan. Beberapa hari kemudian setelah itu aku dapat fee sebesar sekian juta (maaf tak kusebutkan berapa rinciannya). Dari situ kupikir ada keseriusan dari pihak penulis dan penerbit. Aku bersyukur begitu mendalam.
Jadi, aku ingin memberi saran kepada penulis senior Indonesia (khususnya yang tak menjawab e-mail sampai kiamat): 
Jadilah pribadi yang merendah, jangan Anda kira dengan tulisan yang berbentuk buku karya Anda maka Anda sudah merasa tak perlu menjawab e-mail dari penulis pemula. Asal Anda tahu, penulis pemula lebih bergelora semangatnya ketika mendapat jawaban langsung dari e-mail Anda. Tujuan Anda dengan ingin merubah negara ini menjadi negara suka membaca berawal dari kerendahan hati Anda.

Sekian dari saya....

Senin, 29 Agustus 2016

Stress dalam Menulis

Stress dalam Menulis

Stres dalam usaha kekreatifan itu hal biasa. Tapi janggal jika menyangkut kekreatifan bisa stres. Karena kreatif itu menyangkut seseorang yang terpanggil atas dasar hatinya untuk memilih terampil atau kreatif. Bisa jadi seseorang itu tidak punya inspirasi lagi, mengalami kebuntuan ide untuk lebih berkembang, tidak punya percaya diri dan sadar diri bahwa dia tak punya inovasi lagi.  Bahkan saya pribadi juga pernah stres, hingga tidak menulis untuk sekian lama. Yang nyaris tak bisa dibilang ada 'kehidupan'  dalam menulis. Bagaimana tidak, jadwal saya begitu padatnya. Pagi saya harus kerja sekitar jam 8 pagi hingga kadang-kadang saya juga harus hidup 'terselimut' kerja. Saya harus pegang HP untuk melayani pesanan, aduan dan saran dari customer saya. Maklum, saya tinggal di mes kantor di perusahaan Malaysia sebagai customer servis (CS), saya juga sebagai administrasi keuangan, pendataan data masuk, kadang kalau sudah waktunya membayar tagihan saya juga yang mengurus, dan bahkan paling antimainstream ketika saya harus bangun (terpaksa) ketika suara klakson container  terdengar kencang pada saat jam tidur saya diatas jam 00:00. Jadi, intinya saya nyaris tak ada waktu untuk menulis.Tapi itu dulu, sekarang saya banyak waktu untuk menulis. Setelah kejadian deportasi karena dokumen saya yang dianggap tidak valid dengan data imigrasi Malaysia. Saya sudah 2 tahun di kampung. Berwiraswasta (kononnya) padahal saya cari kerja tidak dapat-dapat. Maka kebiasaan menulis saya hidupkan lagi. Seharusnya tak ada  ada alasan lagi 'tak punya waktu'. Tapi begitu, ini adalah sebuah paradoks, menulis itu gampang, tapi kenapa saya begitu amat sulit memulai menulis. Otak rasanya buntu. Ketika pen hanya di atas kertas saja. Tergeletak tidur begitu juga dengan saya, tergeletak tidur.  
Once again, karena menulis itu panggilan hati, bukan tekanan sosial yang mengharuskan kita untuk bereksistensi di dunia ini. Menulis itu tak harus ditulis dalam sebuah buku atau blog (seperti yang Anda baca sekarang ini). Menulis itu bisa juga membaca. Dalam konteks ini, membaca begitu luas cangkupannya, bisa jadi selain membaca buku, Anda juga membaca lingkungan Anda, suasana saat pagi menjelang, bagaimana hari menyambut Anda. Jadi menulis itu adalah kita selalu menghidupkan empati dan peduli kepada siapa pun, menulis bukan saja hitam di atas putih, putih di atas hitam juga bisa, yang saya maksud itu kemungkinan menulis bisa terjadi dimana pun Anda berada. Jika di sini saya tekankan kepada Anda untuk lebih berempati, lebih elok lagi ilmu diikat di sebuah diari atau blog. Kenapa? Menurut pakar psikologi, menulis itu bisa dibuat jalan lain selain curhat dengan sesama. Saya juga buktikan kepada saya sendiri, saya termasuk orang introvert (sulit bergaul). Tapi meskipun begitu saya punya sahabat baik yang selalu sedia mendengarkan curahan hati saya. Tapi tak semuanya hal hidup kita dibeberkan ke orang, apalagi kalau itu bernilai sangat privasi. Jadi menulis adalah jalan yang saya tempuh. Di atas kasur, saya menulis. Kadang kala ada suara dari hati saya, yakni suara pesimis yang mengatakan: "Kamu itu cowok! bukan cewek! atau mungkin kamu maho! (waduh!). Saya terus saja menulis, karena Pramodeya Anata Toer pernah bilang "Setinggi apa pun pendidikan yang kamu tempuh, jika tidak menulis tak akan ada jejak kamu di dunia ini," (kurang lebih seperti itu).

Jika stres melanda, saya akan menulis secara random, apa saja yang terlintas selama itu menyangkut keresahan jiwa, maka akan saya tulis.

Jika ingin menulis secara konsep atau teratur, mungkin ini adalah salah satu caranya. Dan menulis bukanlah tentang hal EYD, ejaan itu dipikir belakangan. 

Tulisan ini adalah pengalaman saya....
Dan setiap tulisan ada pertanggungjawabannya, mungkin  Anda menilai atau menduga-duga, siapa sih saya?
Saya adalah penulis amatir yang tak terikat oleh penerbit. Saya penulis bebas. Saya pernah menulis cerpen dan diterbitkan oleh penerbit (maaf tak saya sebutkan penerbitnya) di Yogyakarta. Dan yang paling saya tunggu-tunggu adalah pengalaman hidup saya yang saya tulis di novel dengan judul: "Nasi Lemak Melankolis". Doakan ya!

BERSAMBUNG . . .