Pages

Senin, 29 April 2019

Manfaat Majas di Kehidupan Sehari-Hari


Kenapa di bangku sekolah diperintah guru untuk menghafalkan berbagai macam majas?

Lalu apa manfaat dari Anda ‘melek’ berbagai macam majas?

Dalam kehidupan sehari-hari, kadang-kadang kita menggunakan gaya bahasa namun kita tidak menyadarinya. Mungkin karena hal itu sudah biasa kita menggunakannya. Kalau kita jeli atau teliti kita bisa menilai ucapan seseorang apakah ia menggukan gaya bahasa (dalam istilah tata bahasa Indonesia disebut majas) atau justeru datar.

Berikut ini contoh kalimat datarnya :
Monggo, masuk ke rumah saya yang besar ini!” begitu kata tuan rumah menyilahkan tamunya untuk masuk. Tamunya memandang ke sekelilingnya, melihat ke atas, melihat ornamen-ornamen unik, ekspresi wajahnya mewakili rasa kagum.

Dan ini contoh kalimat yang menggunakan majas :  
Monggo, masuk ke gubuk saya yang kecil ini!” begitu kata tuan rumah menyilahkan tamunya untuk masuk. Tamunya memandang ke sekelilingnya, melihat ke atas, melihat ornamen-ornamen unik, ekspresi wajahnya mewakili rasa kagum.

Kalimat ajakan tuan rumah dicontoh pertama tersebut sama sekali tidak memiliki makna. Artinya sangat terang apa yang disampaikan tuan rumah kepada tamunya bahwa rumahnya memang benar-benar besar dan bagus. Sampai-sampai tamu yang datang tersebut tertegun.

Beda lagi dengan contoh kalimat kedua. Tuan rumah mempersilahkan masuk tamunya dengan majas berjenis litotes.

Dari contoh di atas ini, Anda bisa menyimpulkan sendiri apa manfaat bagi kehidupan sehari-hari. Yakni, manfaat yang kita ambil ketika menggunakan majas ialah kita akan memiliki seni dalam mengungkapkan kata, sehingga orang yang kita ajak interaksi akan merasakan keindahan dalam bentuk kata, tidak membosankan dan menarik untuk terus didengarkan.

Bahkan majas sendiri sangat penting di dunia literasi, contohnya penulis cerpen, puisi atau novel. Jika penulis tidak menggunakan keindahan kata dalam karyanya, bisa dijamin pembaca akan akan merasakan gersang. 

Sekian.

Menulis Sesuai EYD, pentingkah?

Saya sering sekali menemukan orang yang jika berhubungan secara komunikasi, utamanya yang kaitannya dengan tulisan, banyak sekali kekeliruan. Apalagi saya mempunyai group WhatsApp yang bisa dibilang banyak group yang saya ikuti. Facebook juga tidak ketinggalan yang berfaedah mengirimkan informasi terkini yang adminnya begitu baik dan tidak merasa lelah untuk berbagi informasi. Seperti apakah kekeliruan yang saya temui.


 Seperti contohnya pada kalimat ini:
"Prhatian kpd sdulur2 nyang ad d sini mohon bezok datang kumbul soalx bsk qt mengadakan pmbersihan kanal dicurah mati qt pasti bisa nyakin!"

Secara tegas, kalimat di atas mungkin kita (yang orang Indonesia utamanya) tahu maksud dari perkataan itu, yakni sebuah pemberitahuaan. Untuk lebih jelasnya saya betulkan sesuai EYD (Ejaan Yang Disempurnakan), jadinya seperti ini:

"Perhatian! Kepada sedulur-sedulur yang ada di sini, mohon besok datang kumpul. Soalnya besok kita mengadakan pembersihan kanal di Curah Mati. Kita pasti bisa! Yakin!"

Nah, contoh kalimat kedua sudah saya betulkan secara EYD. Lalu yang jadi pertanyaan adalah, seberapa pentingkah EYD untuk komunikasi? apalagi kita sudah tahu maksud dari kalimat yang disampaikan, tanpa harus membetulkan secara EYD. Apa pentingnya?

Sah-sah saja Anda melakukan chatting dengan seseorang atau sekelompok orang tanpa harus melakukan pengecekan EYD.

Ya, memang tidak penting. Tapi kita harus bisa menempatkan diri, berada di mana kita berkomunikasi?

Silahkan Anda berhubungan dengan rekan Anda tanpa harus memikirkan EYD. Tapi yang perlu diingat adalah Anda bisa buang EYD jika Anda berkomunikasi dengan seseorang yang karib dengan Anda. Artinya seperti sahabat, saudara, ayah, ibu atau seseorang yang menurut Anda sangat mengenalnya.

Jika Anda tak mengenalnya, misalkan orang asing yang kebetulan singgah di akun group Facebook (misalnya), dan kebetulan Anda adalah admin dari group Facebook itu, maka sangat penting sekali memerhatikan EYD.

Kenapa?

Ya, orang asing (yang berpendidikan atau yang tahu akan ilmu) akan menilai tulisan Anda. Jika tulisan tidak sesuai kaidah Bahasa Indonesia, maka kredibilitas atau keterjaminan Anda dipertanyakan. Walaupun Anda bisa dibilang ketua dari suatu instansi atau organisasi atau komunitas. 

Orang yang paham kaedah ilmu Bahasa Indonesia akan tahu dan bertanya-tanya 
siapa yang menulis ini? kenapa banyak kesalahan? Sepertinya dia bukan orang yang berpengaruh!

Padahal, nyatanya Anda adalah orang nomor satu di suatu kelompok atau group, Anda adalah pimpinannya!

Lalu pertanyaan selanjutnya adalah, memangnya apa efeknya di kelompok yang saya berdirikan ini? Toh, tidak ada kan?

Pasti ada efeknya. Salah satunya adalah rasa jemu orang yang membacanya. Dengan Anda menggunakan kaidah yang benar, Anda menyelamatkan kejemuan pembaca yang memiliki sifat tidak telaten. Ingat dengan Anda membaca Anda juga menyenangkan orang yang paham dengan kaidah Bahasa Indonesia mau pun orang yang tidak peduli dengan kaidah tersebut.

Ada faktor yang mempengaruhi kenapa orang tidak menggunakan kaedah Bahasa Indonesia, yakni EYD. Diantaranya:

Jika ber-chatting-an dengan orang yang Anda kenal, sah saja menulis seperti ini.
  1.  Tingkat pendidikan yang rendah. Faktor yang paling berpengaruh ialah tingkatan pendidikan yang rendah. Misalnya, (maaf) tamatan SD. Tapi, mohon maaf. Ini adalah menurut saya. Toh, ada juga yang lulusan SD tahu ilmu-ilmu Bahasa Indonesia, barangkali belajar atau sering membaca sehingga tahu mana yang benar dan mana yang salah. Semua tergantung sama individu masing-masing dalam menempatkan ilmu.

  2. Tidak peduli atau pengertian
Faktor selanjutnya adalah sikap tidak peduli terhadap ilmu. Seseorang yang paham ilmu yang benar namun sangat malas untuk menerapkannya. Kategori yang kedua ini termasuk kategori yang parah, sebab harusnya dia mampu untuk menerapkan. Apa gunanya ilmu jika tidak dipakai?

Tulisan ini tercipta atas ketidaktenangan saya melihat tulisan yang salah. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi Anda. 
Mohon maaf sekiranya di dalam tulisan ini ada kesalahan atau menyinggung Anda. Tulisan ini murni saya buat dengan kesadaran saya. 


Terima kasih telah membaca tulisan di blog saya.


Sabtu, 27 April 2019

Agenda ISP (Info Seputar Pucanganak) di Bulan Romadhon 2019


Tanggal 26 April 2019, hari Jumat sekitar jam 19.30, aku sudah ditunggu Mas Gianto di rumah Mas Harry (selatan dari mushola). Dengan memakai kaos komunitas berwarna gelap, sesuai dengan janjinya akan memperkenalkan diriku ke teman-teman komunitas yang didirikannya, yakni PPS (Pucanganak Peduli Sesama).

Mas Gianto (Pendiri ISP)

                Kami beredar dengan mengendarai sepeda motor milik Mas Gianto ke markas PPS, yang lokasi dari rumah Pakel itu kira-kira 1.5 kilo meter. Lokasi tersebut dekat dengan tower, Mas Ginto juga memberi tahu rumahnya tidak jauh dari seberang markas dari PPS. Jika kita ke markas PPS ada jalan yang sedikit menanjak sebelum ke tempat itu.
                Suasana di markas terkesan santai. Rupanya markasnya bergabung dengan warung kopi milik Pak Mudasar. Di sana tertulis “Warkop Joglo Unik”.  Free wifi. Dan tertulis juga PS. Tapi belum tahu apakah PS itu Playstation. Dan dibagian depan dari etalase “Jok lali ngopi bro” Beberapa pemuda terlihat tertawa lepas dan ada juga ngobrol santai.
                Aku masuk ke markas masih ditemani oleh Mas Gianto. “Inilah markas kami Mas Saad” kata mas Gianto. Masih menurut Mas Gianto, yang mendukung kegiatan PPS adalah Pak Mudasar, dan dua orang lagi (saya lupa namanya).
“Jadi kita yang mengelola, mereka yang mendukung. Seperti penyediaan tempat markas ini, sebenarnya  ini kediaman milik Pak Mudasar.”
Ruangan markas luas dan lega. Ada sebuah banner yang ukurannya tidak kecil  tertulis “Markas Besar” disusul dibawahnya “indahnya berbagi untuk sesama, dari dunia maya menuju aksi nyata” dan saya juga baru tahu tepat atau persisnya markas itu karena tertulis di banner Jalan Trenggalek – Ponorogo KM 13, RT 08 RW 03 Desa Pucanganak Kecamatan Tugu, 66352. Dan di depan banner ada dua gendang terpajang. Kepala reog dominasi warna hijau tergantung di tiang pancang rumah. Kami duduk di karpet merah yang sudah tersedia.

Markas ISP




“Malam ini ada IST bagian korwil yang insya Allah akan datang juga, bukan IST pusat, tapi korwil atau koordinasi wilayah” kata Mas Gianto membuka pembicaraan.
“Kayaknya mau ada pembicaraan serius ya?” tanyaku.
“Ya. Dibilang serius, ya enggak juga. Nanti tema pembahasan kita itu, kesulitan masalah anggaran kaitannya dengan rencana pembagian takjil khusus wilayah kecamatan Tugu. Saya di situ kan gabung di grup whatsApp korwil IST Tugu. Nah, di korwil itu saya mengatakan ke mereka bahwa kalau mau bergabung dengan PPS monggo, daripada sampean kebingunan masalah anggaran, join saja bersama kami.”
Karena waktu itu hanya kami berdua yang datang, maka pembicaraan kami terhenti, karena Mas Gianto mau memastikan teman-teman yang lain akan datang juga dengan sibuk memencet layar handphone-nya. Ada yang ditelepon, yang seberang telepon menjawab masih ada kesibukan tapi ia akan datang juga, ada yang mengatakan sedang OTW dan entah ngomong apa pun, termasuk masalah kucing. Saya sebagai orang baru di situ sepertinya tidak harus tahu juga mengenai pribadi komunitas.
Sambil diselingi dengan kesibukan menghubungi teman-teman yang lain dengan menggeser dan mengutak-atik hape, kami juga sempatkan mengobrol. Saya tanya ke Mas Gianto, kapan berdirinya komunitas ISP ini. Mas Gianto mengatakan tahun 2016, “Atau kalau ingin tahu tepatnya kapan, Mas Saad bisa lihat di facebook,” terang Mas Gianto.
Aku pun masuk ke akun komunitas ISP, dan aku dapati data bahwa ISP itu berdirinya tanggal 5 Februari 2016 pukul 11.16, Facebook for Android. Dan orang yang membuat ISP tersebut bernama Bintang Saktia Fajar Varenza yang rupanya dibalik akun tersebut adalah Mas Gianto sendiri. Mas Gianto pun mengangguk-angguk membenarkan kalau akun facebook itu adalah miliknya.
“ISP itu masih seputar Pucanganak mas, masih lokal. Kalau IST itu jangan ditanya lagi, itu diakui. Soalnya nama Trenggalek itu yang dibawa.” Sambil menyedot kretek, Mas Gianto menjelaskan. Yang dimaksud IST itu adalah Info Seputar Trenggalek, ia adalah komunitas yang bisa dibilang terbesar di Kota Alen-Alen tersebut. Pendiri IST adalah Bambang Puji.
Saya sendiri kagum dengan komunitas yang terkesan hanya lokal saja yang mereka kelola. Namun rupanya, tidak hanya Pucanganak saja. Apalagi Mas Gianto menjelaskan kalau anggota ISP itu banyak, bukan di sekitar Pucanganak saja, ada juga orang dari luar kelurahan dan luar kecamatan.
“Tapi untuk sementara ini kita mengulas atau fokus ke lokal Pucanganak saja. Cuma kita kalau kegiatan sosial pernah ke Pule, Sumberingin dan Karangan,” jelas Mas Gianto.
“Wah. Bisa sampai Pule juga mas. Kalau yang di Pule itu santunan sosial juga mas?” tanyaku.
“Ya benar. Seperti di Pule itu ada satu keluarga yang  janda, anaknya disabilitas, punya nenek sakit, dan mirisnya punya anak satu yang sehat namun kurang perhatian terhadap keluarganya. Seharusnya bisa sebagai tulang  punggung.” Jelas Mas Gianto.
“Oh. Begitu. Jadi dari anggota ISP yang melapor kalau ada satu keluarga yang layak disantuni?”
Kami ngobrol diselingi suara tokek yang terdengar di atap markas.
 “Bukan. Dapat info itu dari IST, keluarga janda itu di post di beranda  IST. Dan dari sana kami tahu kalau yang menjadi tulang punggung ekonomi itu malah embah Marikem, yang usianya seharusnya waktunya istirahat di rumah. Waktu itu rencana kami ingin rumanya mau dibedah. Tapi ada berita duka, sebelum dibedah ini embah ini meninggal dunia. Jadi kita itu terpanggil untuk pergi ke sana. Karena penderitaan tadi. Kita ke sana memberikan takziah. Kami memakai dua mobil dari sini (Pucanganak). Ada 10 orang.  Kita ke sana menyampaikan titipan para donatur. Setelah itu disusul yang disabilitas ini meninggal. Dan sekarang di rumah Cuma ada dua orang saja. Dan kalau tahu mas, rumahnya itu sangat tidak layak dihuni, terkesan sangat rapuh.“ begitu jelas Mas Gianto dengan panjang lebar menjelaskan ke saya.
Tidak lama kemudian datang Pak Siswanto.  Dia katanya pernah ke Ambulu, Jember. Dan saya berkenalan lebih jauh mengenai Pak Siswanto. Beberapa menit kemudian disusul Pak Cahyo dan Pak Hari menyusul. Mereka juga bertanya mana teman-teman yang lain. Pak Siswanto juga membantu menghubungi teman-teman yang lain menggukan WhatsAppa. Tapi karena paketan data habis, maka dia memakai pemancar Wifi, yang waktu itu sandi wifinya Takokawakmu. Menyusul kemudian Pak Supri datang dari perwakilan Korwil Tugu, beliau datang juga dengan pembahasan yang ringan-ringan. Tidak mengenai komunitas tapi membicarakan tentang burung dan pengalaman di Bali yakni hotel yang terpajak ada leyak,
“Jadi bapak-bapa jangan berpikir bahwa yang memasang leyak itu tidak asal pasang saja tapi ia bisa dibilang menggambarkan karakternya  orang yang masuk hotel tersebut.” Begitu kata Pak Supri.
Pak Supri juga membuka obrolan ringan mengenai handphone, beliau bilang, “kadang saya menemukan ada perkumpulan orang-orang yang di dalamnya tidak ada satu pun orang berkata-kata kecuali diam dan masing-masing sibuk dengan handphonenya, padahal yang di layar hp kadang tidak penting sekali.” Lantas yang lain pada tertawa. Suasana menjadi semakin santai dan terasa atmosfer seduluran.
“Wah, apalagi kalau perempuan, biasanya mereka lebih kerap pegang hape. Sebab kalau laki-laki mungkin bisa memegang rokok, nah kalau perempuan pegang handphone.”  Tambah Pak Supri.
Pak Supri juga berkata, “Handphone ini buatannnya manusia, kita ini dikendalikan  hp, atau kita mengendalikan hp? Bahkan ada yang lebih parah lagi, pengendara sepeda motor, sudah pegang hp kadang juga hp diselempitkan di helm, dan ditambah nyetir. Sebenernya tidak boleh, harusnya berhenti dan menjawab telepon dulu.”
Pak Siswanto juga nimbrung, ia mengaku kalau berbulan-bulan dekat dengan hp dekat malah membuat dirinya sedih, dan yang lain pada bertanya,” lah kenapa Pak?”
Dijawabnya sama Pak Siswanto, “malah tidak mau kerja. Keasyikan sama hp”
Yang lain pada tertawa.
Dan tidak lama kemudian sebanyak 14 orang kumpul. Satu diantaranya ada Pak Lurah, Pah Hari juga rawuh. Saya tidak sempat berkenalan dengan semua orang yang hadir. Karena kedatangan mereka serentak. Mereka ngobrol jamak. Ada yang membicarakan pemilu. Dan setelah yakin tidak ada lagi orang yang datang. Mas Gianto membuka acara dengan salam.
Mas agus, supri, cahyo, hari adalah perwakilan dari IST korwil Tugu.
Mas Gianto membuka pembahasan mengenai acara ISP nanti di bulan puasa. Salah satu kegiatannya adalah akan mengadakan bagi-bagi takjil, kebetulan dari IST korwil Tugu juga mempunyai niat yang sama yakni di bulan puasa ingin berbagi takjil. “Kita adalah ISP, dan ISP itu IST, tidak salahnya untuk bergabung. Kita sama-sama orang Trenggalek. Bergerak atas dasar kemanusiaan,” jelas Mas Gianto. 

Pak Lurah Hadi Sumanto hadir juga


Pembahasan itu berlanjut ke biaya. Apakah nanti akan diparoni, dan berembuk bersama untuk menentukan tempatnya pembagian takjilnya dimana.
Sebelum ini ISP sudah berhasil memasang listrik untuk Embah Gemi. Dan besok minggu mau diserahterimakan. Besok minggu juga ada santunan. Dan Mas Gianto meminta untuk teman-teman yang dilingkungannya ada yang layak disantuni maka untuk menyebutkan namanya.
Pembahasan Komunitas juga berlanjut ke pembagian parcel yang nantinya akan dibagikan ke anak yatim dan kaum dhuafa.
Diakhir acara, setelah pembahasan mengenai rencana-rencana yang akan dilakukan ISP selesai. Maka aku berusaha berani untuk menyuarakan pendapat khususnya untuk Kota Trenggalek ini.
Apa yang disuarakan oleh diriku ini? Mau tahu?
Tanya saja kepada yang datang kopdar pada malam sabtu kemarin.
Sekian.
Sesi foto bersama

Selasa, 23 April 2019

Mas Giant Pucanganak

Sudah lama aku enggak menulis. Kali ini menulis di Telkom, kota Trenggalek. Bermodalkan wifi corner.

Aku akan sedikit bercerita mengenai perkenalan diriku dengan seorang ketua Komunitas di Kelurahan Pucanganak. Yakni mas Giant (begitu yang tertulis di nama WhatsApp.nya), yang sebenarnya namanya Mas Gianto.

_____________________________________________________________


Kala itu ada seorang laki-laki mengendarai truk bermuatan pasir. Tidak lama ini aku mengenalnya. Baru sabtu tanggal 20 April 2019. Awal dari perkenalan itu berawal dari Mbak Sringatin yang memesan pasir untuk keperluan membangun pagar di bagian timur dan selatan dari rumahnya. Aku waktu itu baru selesai cuci baju mengangkat ember hitam untuk menjemurnya di teras. Waktu itu cuaca tidak konsisten dengan pendiriannya. Kadang panas kadang pula mendung.

Bunyi truk terdengar. Waktu itu mas Harry memberi aba-aba untuk memarkirkan truknya secara benar. Mas Harry, adalah laki-laki yang membuatku terpesona. Terpesona akan kekuatan optimisnya. Ia tidak punya tangan semenjak kecelakaan ketika dia dulu bekerja di Kalimantan. Dia tersengat listrik dengan tegangan tinggi. Hingga membuat tangannya lumpuh. Dan akhirnya diamputansi. Tapi dia bisa lebih semangat dari yang punya tangan. Contohnya seperti aku. Kadang aku suka mengeluh dengan apa yang lebih lengkap dari pada mas Harry. Semoga kesabaran mas Harry mendatangkan keberkahan di dunia juga di akherat. aamiin.

Setelah truk berjenis Dum Truk tersebut memuntahkan pasirnya. Tidak lama kemudian seorang pria berumuran kitaran 35 atau 40 tahun turun dari truk. Dan duduk santai melepas penat bersama mas Harry. Kala itu pembuka pembicaraan dengan tema Pemilu. Keduanya--mas Harry dan mas Gianto--masing-masing sangat paham akan politik. Setidaknya mereka punya pembahasan masing-masing mengenai peristiwa politik atau pesta rakyat yang jatuh di tanggal 17 April 2019 silam.

Sementara mereka sangat luwes dengan pembicaraan mereka. Aku hanya bisa sebagai pendengar saja. Sebab aku tidak suka politik. Namun kadang-kadang aku peduli politik juga. Yang aku muak dengan politik itu ketika 'ahli politik' bersilat lidah. Awalnya sih seru dengerinnya. Saling lempar pendapat dari kubu ini dan itu. Masing-masing mempertahankan argumentasinya. Tapi lama-lama aku merasa enek.  Mereka tidak kurang seperti anak kecil, namun anak kecil yang bisa 'ngapusi'.

Mas Gianto juga tanya mengenai diriku, asli dari mana. Dan hanya itu saja pertanyaan dari mas Gianto. Tidak ada lagi.

Namun perbincangan kami berlanjut ketika Mas Harry bertanya, "Sekarang ada job apa dari penerbit?"

Aku menjawab, "Temanya Seni Meraih Peluang,"
Mas Harry lantas mengangguk-angguk. Dan menoleh ke Mas Gianto, dan menerangkan bahwa aku adalah seorang penulis. Dan mas Gianto bertanya ke diriku langsung. "Oh, jadi mas ini penulis ya?"tanya mas Gianto dengan sedikit antusias.
Aku mengangguk dan membenarkan. Lalu dari situlah perbincangan panjang antara aku dan mas Gianto berlanjut dengan pembicaraan yang panjang seputar pekerjaan yang aku geluti ini.

3 gelas kopi datang, emak membawakan wedang cuma-cuma itu untuk kami. Kami duduk bertiga di depan teras mushala. Sambil melanjutkan perbincangan. Kopi yang kami minum waktu itu kopi hasil dari produksi sendiri. Hasil dari demplok sendiri. Emak selalunya menyangrai terlebih dahulu di dalam sebuah wadah penggorengan yang terbuat dari tanah, berbentuk kendi. Dari sana proses penyangraian terjadi.  Rasanya asyik, siapa pun yang meminumnya, pasti akan mengunyah kopinya juga. Jadi selain minum juga makan kopi. (hehe)

Mas Harry waktu itu pamitan, dan berkata kalau dirinya sakit perut. Jadi kami ngobrol berdua saja dengan mas Gianto.
"Saya tinggal tidak jauh dari tower mas, di Joho." terang mas Gianto. "Ohya mas, kalau mas Saad tertarik dengan bergabung di komunitas penulis, saya punya kenalan bernama Pak Prio. Beliau juga seorang penulis. Tapi menulis dibuat sambilan saja, kesibukan utamanya sebagai kepala sekolah,"

"Menarik juga," kataku. "Saya selama di sini tidak pernah menemukan komunitas penulis mas. Saya mencarinya di internet. Biasanya kalau komunitas menulis, mestinya mereka akan meninggalkan jejak literasi di dalam internet." Ya, aku baru beberapa tahun saja berada di kota Alen-Alen ini. Toh, kali ini yang paling lama, 1 bulan lebih. Biasanya aku di rumah mertua paling lama 2 minggu.

"Kalau begitu akan saya masukkan mas ke dalam Komunitas Pucanganak Peduli saja," terang mas Gianto. Mas Gianto ini rupanya adalah ketua atau perintis dari Komunitas Pucanganak Peduli. Komunitas ini terdiri dari orang-orang kelurahan Pucanganak, bergerak di bidang sosial.

"Lalu apa yang ingin mas Saad tulis mengenai Trenggalek ini?" tanya mas Gianto.

Sejenak aku berpikir mengenai Trenggalek. "Em. Saya heran saja, kenapa Trenggalek ini tidak dijuluki dengan Kota 1001 Bukit? padahal perbukitan di sini begitu banyak."

"Menarik sekali. Sepertinya tema itu belum terangkat sama sekali. Menarik mas!" seru mas Gianto. "Lalu apa yang ada di benak mas Saad?"

Awana Skyway (Sumber : http://www.kuala-lumpur.ws)


"Harusnya melihat potensi Trenggalek dari situ. Misal dimanfaatkan dengan sarana flying fox atau awana skyway. Dengan adanya wahana seperti itu bisa menarik pelancong datang ke Trenggalek."

Mas Gianto tertawa. "Menarik juga mas. Tapi pemerintah daerah mesti menghabiskan biaya besar untuk hal itu."


Flying Fox (sumber : sky-adventure.com)
Perbincangan kami sampai-sampai hampir pukul 9 pagi dari perbincangan kami dimulai pukul 7.30.

Ada begitu banyak yang menarik untuk dibicarakan mengenai Trenggalek yang belum kami perbincangkan waktu itu.

Ohya, saya ini hanya penulis pemula mas Gianto!
Ilmu saya juga tidak banyak.
Tips dari saya kalau ingin menulis adalah dengan terus rajin membaca. Bahkan saya secara teori masih belum seberapa hafal mengenai kepenulisan.