Pages

Sabtu, 27 April 2019

Agenda ISP (Info Seputar Pucanganak) di Bulan Romadhon 2019


Tanggal 26 April 2019, hari Jumat sekitar jam 19.30, aku sudah ditunggu Mas Gianto di rumah Mas Harry (selatan dari mushola). Dengan memakai kaos komunitas berwarna gelap, sesuai dengan janjinya akan memperkenalkan diriku ke teman-teman komunitas yang didirikannya, yakni PPS (Pucanganak Peduli Sesama).

Mas Gianto (Pendiri ISP)

                Kami beredar dengan mengendarai sepeda motor milik Mas Gianto ke markas PPS, yang lokasi dari rumah Pakel itu kira-kira 1.5 kilo meter. Lokasi tersebut dekat dengan tower, Mas Ginto juga memberi tahu rumahnya tidak jauh dari seberang markas dari PPS. Jika kita ke markas PPS ada jalan yang sedikit menanjak sebelum ke tempat itu.
                Suasana di markas terkesan santai. Rupanya markasnya bergabung dengan warung kopi milik Pak Mudasar. Di sana tertulis “Warkop Joglo Unik”.  Free wifi. Dan tertulis juga PS. Tapi belum tahu apakah PS itu Playstation. Dan dibagian depan dari etalase “Jok lali ngopi bro” Beberapa pemuda terlihat tertawa lepas dan ada juga ngobrol santai.
                Aku masuk ke markas masih ditemani oleh Mas Gianto. “Inilah markas kami Mas Saad” kata mas Gianto. Masih menurut Mas Gianto, yang mendukung kegiatan PPS adalah Pak Mudasar, dan dua orang lagi (saya lupa namanya).
“Jadi kita yang mengelola, mereka yang mendukung. Seperti penyediaan tempat markas ini, sebenarnya  ini kediaman milik Pak Mudasar.”
Ruangan markas luas dan lega. Ada sebuah banner yang ukurannya tidak kecil  tertulis “Markas Besar” disusul dibawahnya “indahnya berbagi untuk sesama, dari dunia maya menuju aksi nyata” dan saya juga baru tahu tepat atau persisnya markas itu karena tertulis di banner Jalan Trenggalek – Ponorogo KM 13, RT 08 RW 03 Desa Pucanganak Kecamatan Tugu, 66352. Dan di depan banner ada dua gendang terpajang. Kepala reog dominasi warna hijau tergantung di tiang pancang rumah. Kami duduk di karpet merah yang sudah tersedia.

Markas ISP




“Malam ini ada IST bagian korwil yang insya Allah akan datang juga, bukan IST pusat, tapi korwil atau koordinasi wilayah” kata Mas Gianto membuka pembicaraan.
“Kayaknya mau ada pembicaraan serius ya?” tanyaku.
“Ya. Dibilang serius, ya enggak juga. Nanti tema pembahasan kita itu, kesulitan masalah anggaran kaitannya dengan rencana pembagian takjil khusus wilayah kecamatan Tugu. Saya di situ kan gabung di grup whatsApp korwil IST Tugu. Nah, di korwil itu saya mengatakan ke mereka bahwa kalau mau bergabung dengan PPS monggo, daripada sampean kebingunan masalah anggaran, join saja bersama kami.”
Karena waktu itu hanya kami berdua yang datang, maka pembicaraan kami terhenti, karena Mas Gianto mau memastikan teman-teman yang lain akan datang juga dengan sibuk memencet layar handphone-nya. Ada yang ditelepon, yang seberang telepon menjawab masih ada kesibukan tapi ia akan datang juga, ada yang mengatakan sedang OTW dan entah ngomong apa pun, termasuk masalah kucing. Saya sebagai orang baru di situ sepertinya tidak harus tahu juga mengenai pribadi komunitas.
Sambil diselingi dengan kesibukan menghubungi teman-teman yang lain dengan menggeser dan mengutak-atik hape, kami juga sempatkan mengobrol. Saya tanya ke Mas Gianto, kapan berdirinya komunitas ISP ini. Mas Gianto mengatakan tahun 2016, “Atau kalau ingin tahu tepatnya kapan, Mas Saad bisa lihat di facebook,” terang Mas Gianto.
Aku pun masuk ke akun komunitas ISP, dan aku dapati data bahwa ISP itu berdirinya tanggal 5 Februari 2016 pukul 11.16, Facebook for Android. Dan orang yang membuat ISP tersebut bernama Bintang Saktia Fajar Varenza yang rupanya dibalik akun tersebut adalah Mas Gianto sendiri. Mas Gianto pun mengangguk-angguk membenarkan kalau akun facebook itu adalah miliknya.
“ISP itu masih seputar Pucanganak mas, masih lokal. Kalau IST itu jangan ditanya lagi, itu diakui. Soalnya nama Trenggalek itu yang dibawa.” Sambil menyedot kretek, Mas Gianto menjelaskan. Yang dimaksud IST itu adalah Info Seputar Trenggalek, ia adalah komunitas yang bisa dibilang terbesar di Kota Alen-Alen tersebut. Pendiri IST adalah Bambang Puji.
Saya sendiri kagum dengan komunitas yang terkesan hanya lokal saja yang mereka kelola. Namun rupanya, tidak hanya Pucanganak saja. Apalagi Mas Gianto menjelaskan kalau anggota ISP itu banyak, bukan di sekitar Pucanganak saja, ada juga orang dari luar kelurahan dan luar kecamatan.
“Tapi untuk sementara ini kita mengulas atau fokus ke lokal Pucanganak saja. Cuma kita kalau kegiatan sosial pernah ke Pule, Sumberingin dan Karangan,” jelas Mas Gianto.
“Wah. Bisa sampai Pule juga mas. Kalau yang di Pule itu santunan sosial juga mas?” tanyaku.
“Ya benar. Seperti di Pule itu ada satu keluarga yang  janda, anaknya disabilitas, punya nenek sakit, dan mirisnya punya anak satu yang sehat namun kurang perhatian terhadap keluarganya. Seharusnya bisa sebagai tulang  punggung.” Jelas Mas Gianto.
“Oh. Begitu. Jadi dari anggota ISP yang melapor kalau ada satu keluarga yang layak disantuni?”
Kami ngobrol diselingi suara tokek yang terdengar di atap markas.
 “Bukan. Dapat info itu dari IST, keluarga janda itu di post di beranda  IST. Dan dari sana kami tahu kalau yang menjadi tulang punggung ekonomi itu malah embah Marikem, yang usianya seharusnya waktunya istirahat di rumah. Waktu itu rencana kami ingin rumanya mau dibedah. Tapi ada berita duka, sebelum dibedah ini embah ini meninggal dunia. Jadi kita itu terpanggil untuk pergi ke sana. Karena penderitaan tadi. Kita ke sana memberikan takziah. Kami memakai dua mobil dari sini (Pucanganak). Ada 10 orang.  Kita ke sana menyampaikan titipan para donatur. Setelah itu disusul yang disabilitas ini meninggal. Dan sekarang di rumah Cuma ada dua orang saja. Dan kalau tahu mas, rumahnya itu sangat tidak layak dihuni, terkesan sangat rapuh.“ begitu jelas Mas Gianto dengan panjang lebar menjelaskan ke saya.
Tidak lama kemudian datang Pak Siswanto.  Dia katanya pernah ke Ambulu, Jember. Dan saya berkenalan lebih jauh mengenai Pak Siswanto. Beberapa menit kemudian disusul Pak Cahyo dan Pak Hari menyusul. Mereka juga bertanya mana teman-teman yang lain. Pak Siswanto juga membantu menghubungi teman-teman yang lain menggukan WhatsAppa. Tapi karena paketan data habis, maka dia memakai pemancar Wifi, yang waktu itu sandi wifinya Takokawakmu. Menyusul kemudian Pak Supri datang dari perwakilan Korwil Tugu, beliau datang juga dengan pembahasan yang ringan-ringan. Tidak mengenai komunitas tapi membicarakan tentang burung dan pengalaman di Bali yakni hotel yang terpajak ada leyak,
“Jadi bapak-bapa jangan berpikir bahwa yang memasang leyak itu tidak asal pasang saja tapi ia bisa dibilang menggambarkan karakternya  orang yang masuk hotel tersebut.” Begitu kata Pak Supri.
Pak Supri juga membuka obrolan ringan mengenai handphone, beliau bilang, “kadang saya menemukan ada perkumpulan orang-orang yang di dalamnya tidak ada satu pun orang berkata-kata kecuali diam dan masing-masing sibuk dengan handphonenya, padahal yang di layar hp kadang tidak penting sekali.” Lantas yang lain pada tertawa. Suasana menjadi semakin santai dan terasa atmosfer seduluran.
“Wah, apalagi kalau perempuan, biasanya mereka lebih kerap pegang hape. Sebab kalau laki-laki mungkin bisa memegang rokok, nah kalau perempuan pegang handphone.”  Tambah Pak Supri.
Pak Supri juga berkata, “Handphone ini buatannnya manusia, kita ini dikendalikan  hp, atau kita mengendalikan hp? Bahkan ada yang lebih parah lagi, pengendara sepeda motor, sudah pegang hp kadang juga hp diselempitkan di helm, dan ditambah nyetir. Sebenernya tidak boleh, harusnya berhenti dan menjawab telepon dulu.”
Pak Siswanto juga nimbrung, ia mengaku kalau berbulan-bulan dekat dengan hp dekat malah membuat dirinya sedih, dan yang lain pada bertanya,” lah kenapa Pak?”
Dijawabnya sama Pak Siswanto, “malah tidak mau kerja. Keasyikan sama hp”
Yang lain pada tertawa.
Dan tidak lama kemudian sebanyak 14 orang kumpul. Satu diantaranya ada Pak Lurah, Pah Hari juga rawuh. Saya tidak sempat berkenalan dengan semua orang yang hadir. Karena kedatangan mereka serentak. Mereka ngobrol jamak. Ada yang membicarakan pemilu. Dan setelah yakin tidak ada lagi orang yang datang. Mas Gianto membuka acara dengan salam.
Mas agus, supri, cahyo, hari adalah perwakilan dari IST korwil Tugu.
Mas Gianto membuka pembahasan mengenai acara ISP nanti di bulan puasa. Salah satu kegiatannya adalah akan mengadakan bagi-bagi takjil, kebetulan dari IST korwil Tugu juga mempunyai niat yang sama yakni di bulan puasa ingin berbagi takjil. “Kita adalah ISP, dan ISP itu IST, tidak salahnya untuk bergabung. Kita sama-sama orang Trenggalek. Bergerak atas dasar kemanusiaan,” jelas Mas Gianto. 

Pak Lurah Hadi Sumanto hadir juga


Pembahasan itu berlanjut ke biaya. Apakah nanti akan diparoni, dan berembuk bersama untuk menentukan tempatnya pembagian takjilnya dimana.
Sebelum ini ISP sudah berhasil memasang listrik untuk Embah Gemi. Dan besok minggu mau diserahterimakan. Besok minggu juga ada santunan. Dan Mas Gianto meminta untuk teman-teman yang dilingkungannya ada yang layak disantuni maka untuk menyebutkan namanya.
Pembahasan Komunitas juga berlanjut ke pembagian parcel yang nantinya akan dibagikan ke anak yatim dan kaum dhuafa.
Diakhir acara, setelah pembahasan mengenai rencana-rencana yang akan dilakukan ISP selesai. Maka aku berusaha berani untuk menyuarakan pendapat khususnya untuk Kota Trenggalek ini.
Apa yang disuarakan oleh diriku ini? Mau tahu?
Tanya saja kepada yang datang kopdar pada malam sabtu kemarin.
Sekian.
Sesi foto bersama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar