Pages

Sabtu, 20 Juni 2020

Cara Agar Hobi Menulis Berlanjut Meski Sudah Berkeluarga


Penyesalan biasanya ada di belakang. Ketika masih muda dan lajang, banyak kesempatan waktu yang digunakan kurang bermanfaat. Salah satu contohnya adalah bermain game terlalu lama. Sehingga banyak waktu terbuang sia-sia, padahal ada begitu banyak peluang yang bisa diraih, hingga bisa mengangkat reputasi kita dalam suatu bidang tertentu. Karena blog ini mengenai kepenulisan, maka pembicaraan tidak jauh seputar itu.

Baik, tidak berarti aku katakan nge-game sia-sia, tapi kita harus melihat esensi dari perbuatan tersebut. Apakah bermanfaat secara langsung--selain nge-refresh pikiran--bagi kita? Atau secara finansial apakah bisa membantu? Apakah dengan naiknya level permainan tersebut, membuat level kehidupan kita yang real lebih gampang? Tentu saja, Anda tahu bahwa pertanyaan ini retorika saja.

Aku sekarang sudah berkeluarga. Aku sampai sekarang berusaha terus agar tidak berhenti dari kegiatan menulis. Sebab kegiatan ini menurutku yang bisa memelihara pikiran tetap dalam pendirian, bahwa sebuah tulisan itu adalah tali yang mengikat kuat ilmu. Menulis itu perbuatan mulia yang menjauhkan kita dari ketidakpintaran.

Lalu, pertanyaannya adalah, bagaimana caranya menulis saat sudah berkeluarga? bukankah repot? Pikiran dan perhatian kita terbagi menjadi beberapa bagian, keperluan harian, perhatian kepada pasangan, belum lagi ada anak? Bagaimana caranya konsentrasi apabila anak menggondeli kita yang sedang menulis?

Semua tergantung kepada niat saja. Terdengar klise kan? Tapi begitulah, jika niat kuat kita tak akan mudah menyerah untuk terus berusaha mewujudkan mimpi kita. Aku menulis blog tema ini pada jam 22:43 (saat mata melirik ke bagian pojok kanan bawah dari laptop). Sebelum menulis blog ini, aku begitu ngantuk tadi. Akhirnya tertidur. Mungkin sekitar satu jam-an, aku ngelilir, dan terpikir untuk menulis blog dengan tema yang sekarang Anda baca ini.

Motivasiku menulis tulisan ini adalah dari seorang anak SMP kelas satu dari Ponorogo, dia bertanya kepadaku, bagaimana cara menjadi seorang penulis? kujawab sering-seringlah membaca. Lalu ia menjawab, sudah sering. "Tapi kenapa mood kadang turun, turun, dan akhirnya tidak ada? ini pas kebetulan ada kak," begitu katanya.

Jangan menunggu mood datang. Semua harus dipaksakan. Kebiasaan itu harus dipupuk dengan terpaksa. Bagaimana kalau masih sulit? sekali lagi dipaksa! Coba Anda perhatikan lumba-lumba, ikan itu senantiasa lompat-lompat di kurun waktu tertentu. Kenapa mereka melakukan itu? kenapa tidak capek? Ya, karena mereka terbiasa.

Begitu juga dengan kita, apabila tidak ada kegiatan di ruang tunggu (misalnya), kita terpaksa main  game sambil menunggu waktu panggilan nama kita dipanggil atau menunggu kendaraaan umum datang menjemput kita. Kenapa kok main game? Apa enggak capek? Pasti jawabannya: ya enggak lah, kan asyik, karena udah seperti ini menyenangkan diri. Memangnya gimana cara menyenangkan diri pas saat nunggu?

Jawabannya adalah karena kebiasaan. Coba sambil menunggu sesuatu bukalah lembaran buku. Mungkin saranku ini ditolak atau dianggap aneh. Eh, yang bener aja, menunggu itu membosankan, waduh, malah diberi buku, jadi bosennya berlipat-lipat!

Baik, Indonesia ini penduduknya memang lemah dalam hal bacaan atau berliterasi. UNESCO mengatakan kita itu berada di urutan kedua dari belakang, minat baca kurang. Urutan 61 dari 62 negara.

Jadi, ketika kita berusaha melakukan waktu dengan baik, misal di tempat umum membaca buku, malah kita menjadi objek yang aneh. Kita bisa sendirian. Bahkan bisa jadi kita akan difoto, lalu di upload di medsos dengan caption: Ini contoh orang yang patut ditiru. Tapi nyatanya tidak ditiru. Mungkin harus nunggu yang baca buku banyak orang, barulah kita ngikut. Begitukah? Enggak, salah. Harus dimulai dari kita, satu orang kalau perlu. Berani beda?

Kembali lagi ke kegiatan menulis disaat berkeluarga. Apakah bisa? Jawabannya adalah bisa. Wajib ada niat. Bagaimana wujud dari niat itu? diantaranya adalah:
  • Menyisihkan waktu dengan sungguh-sungguh
Kalau niat sudah sampai ubun-ubun, kita jangan mau kalah dengan alasan-alasan yang keluar dari pikiran negatif, yakni tidak mungkin. Anda harus yakin, Anda tidak hanya mungkin tapi sangat bisa melakukan.
  • Lihat celah ketika pasangan dan anak tidur
Seperti malam ini, aku melakukan aksi menulis saat istri dan anak tidur. Kali ini angka berganti menjadi 23.06. Kenapa harus mencuri waktu seperti ini? Karena kita jangan sampai lupa waktu bersama keluarga, istri perlu perhatian, anak juga perlu perhatian. Tapi bukankah kalau menulis hingga larut malam itu tidak perhatian terhadap diri sendiri? Ya, benar juga sih. Tidak salah. Malah kita jahat pada badan terutama mata kita yang terpaksa melek. Nah, loh, bagaimana?
  • Tumbuhkan cinta terhadap kegiatan menulis
Di poin ini, jawaban dari pertanyaan dari poin dua. Apabila kita sudah cinta dengan sesuatu, kita akan mengusahakan dengan segala cara. Jika kita cinta menulis, dan tak ingin dengan cinta ini menyiksa kita, utamanya mata, maka kita harus cari solusi.
Aku biasanya tidur awal. Lalu, ketika melek karena sebelumnnya minum banyak air, aku terpaksa ke kamar mandi, untuk buang air kecil. Rencanaku ini berhasil. Di kamar mandi aku basuh muka, sehingga melek. Padahal sebelumnya ngantuk. Lalu, seperti yang Anda baca sekarang, Anda membaca tulisanku ini, aku tulis sesudah tidur. Artinya mengistirahatkan mata terlebih dahulu.

Nah, itu saja, tips dariku. Semoga menginspirasi Anda semua. Jangan ada lagi alasan apa pun berhenti menulis. Jadilah penulis yang tangguh tanpa tanggungan pesimis!

Salam literasi!

5 komentar: